Kontroversi antara Wanita dan Pendidikan di Era Millenial


 Kontroversi antara Wanita dan Pendidikan di Era Millenial
Oleh: Nur Rizkiya Muhlas




Wanita berpendidikan tinggi bukan untuk menyaingi para lelaki melainkan untuk membangun generasi sebab wanita merupakan calon ibu dan ibu adalah madrasah (sekolah) pertama bagi anak-anaknya. -Unknown

Kebutuhan akan ilmu sama halnya seperti kebutuhan ibadah, karena ibadah akan menjadi sia-sia tanpa didasari oleh ilmu. Oleh sebab itu menuntut ilmu hukumnya wajib sebagaimana wajibnya ibadah. Dalam bahasa yang lain, menuntut ilmu terintegrasi dengan ibadah. Seperti halnya menyediakan tangga untuk naik ke atap, karena untuk naik ke atap akan sangat sulit tanpa tersedianya tangga. Relasinya dengan kalimat di awal adalah, puncak ibadah tidak akan dicapai apalagi dirasakan jika tidak didasari oleh ilmu yang memadai. Dalam kaitannya dengan judul yakni wanita dan pendidikan, maka pada tulisan kali ini penulis akan membahas wanita di era millenial dan kewajiban menuntut ilmu utamanya ilmu agama. Perlu penulis tekankan bahwa penulis sama sekali tidak berijtihad melainkan hanya menukil pendapat-pendapat ulama dari buku-buku yang penulis baca. Diakhir tulisan ini penulis akan menyertakan daftar buku yang penulis gunakan.

Wanita itu istimewa, sebab kelahirannya membukakan pintu surga untuk sang ayah apabila ayahnya mampu mendidik ia menjadi wanita shalihah nan suci layaknya Ibunda Maryam. Bahkan ketika ia menikah nanti, ia menyempurnakan agama suaminya dan apabila ia berbakti layaknya bakti ibunda Khadijah kepada Rasulullah maka surga dijamin untuknya. Dan ketika menjadi seorang ibu, ia menjadi sumber ladang pahala bagi anak-anaknya Syarat wanita untuk masuk syurga-Nya Allah ta'ala tidak rumit seperti laki-laki, dalam beberapa riwayat disebutkan bahwa wanita cukup menjaga ibadah wajib, taat kepada suami dll. Namun di balik keistimewaan wanita, juga terdapat beberapa hal yang wajib untuk dijaga olehnya misalnya izzah & ifah agar muru'ah (kehormatan) senantiasa dilindungi oleh Allah ta'ala.

Dewasa ini sering dikatakan bahwa wanita itu adalah separuh masyarakat, sehingga tidak pantas masyarakat meremehkan dan menelantarkan separuh bagiannya. Hal tersebut memang dibenarkan, namun bukan itu yang ingin penulis bahas sebab penulis ingin mengiring pembaca tulisan ini ke arah yang membuat pembaca befikir.  Masih membekas di benak kita berkaitan dengan gerakan emansipasi wanita yang menginginkan adanya derajat yang setara antara wanita dan pria dalam hal apapun. Misalnya ada yang mengatakan bahwa di era millenial ini tidak wajar jika wanita hanya berdiam diri di rumah tanpa melakukan aktivitas seperti bekerja kantoran, ikut lomba olahraga, dll. Parahnya lagi ada yang mengatakan bahwa jilbab itu tidak relevan dengan zaman. Aturan-aturan yang ada dalam Islam hanyalah mengekang kebebasan wanita dalam mengeksplor dan meningkatkan kemampuan diri. Kalau menataati aturan Islam bisa-bisa wanita akan bodoh, tidak berpendidikan tinggi dan menjadi penghuni setia dapur. Di tambah lagi dengan pernyataan bahwa jangan terlalu fanatik dengan Islam padahal Allah ta'ala jelas-jelas memerintahkan umat manusia untuk masuk ke dalam Islam secara kaffah (menyeluruh). Masih banyak asumsi-asumsi yang disandarkan pada argumentum ad ignorantium di luar sana yang tidak mungkin penulis sertakan dalam tulisan ini. Pertanyaan sederhananya adalah "Bagaimana dengan wanita yang menuntut ilmu yang notabennya bukan ilmu syar'I melainkan murni ilmu dunia?" Contohnya adalah mahasiswi di perguruan tinggi, aktif di berbagai organisasi, mengikuti perlombaan, dimana ada aksi kemanusiaan di situ pasti ada dirinya, intinya bukan mahasiswi kupu-kupu alias kuliah-pulang. Kira-kira bagaimana Islam memandang hal tersebut?

Untuk menjawab pertanyaan di atas penulis akan menggunakan beberapa pendapat  ulama bermanhaj salaf sebab penulis tidak memiliki kualifikasi untuk menjawab pertanyaan sederhana itu. Meminjam perkatan Abu Malik dalam kitab Fiqhus Sunnah Lin Nisa ia menyatakan bahwa "Siapa saja yang memerhatikan realita masa sekarang ini dengan mata hati, niscaya akan mendapati bahwa para wanita itu menjadi sasaran oleh musuh-musuh Islam sebagai target serangan, sehingga mereka menjadi bingung di antara petunjuk Islam dan penyesatan informasi. Bahkan sejumlah besar remaja putri tumbuh dalam keadaan tertipu dan teperdaya tanpa mempelajari antara Quran dan mengetahui hukum Islam". Selaras dengan hal tersebut Abu Umair Majdi bin Arafat Al-Mishri Al-Atsri menyataka bahwa "Di tengah gelombang fitnah ini, fitnah terbesarnya adalah fitnah wanita yang dijadikan sasaran oleh musuh-musuhnya dari kalangan orang kafir yang senantiasa berusaha untuk mengeluarkan mereka dari rasa malu dan iffah, juga menjauhkan mereka dari manhaj Nabinya, dengan cara menjadikan mereka bodoh terhadap urusan agamanya." Menurut interprestasi penulis, ke dua pendapat tersebut merefleksikan bahwa wanita di era sekarang menjadi sasaran bahkan sarana untuk menghancurkan Islam apalagi dengan ketidaktahuan wanita akan fitrahnya dalam kata lain wanita yang masih awam terhadap agama.

Pembaca yang budiman, ketahuilah bahwa Islam tidak mengekang wanita untuk menuntut ilmu dan menggalih potensi diri yang ada selama yang dilakukan tidak melanggar batas-batas syariat dalam Islam. Segala sesuatu yang diperintahkan dalam artian larangan-larangan bagi wanita dalam ajaran Islam semata-mata untuk melindungi dan memuliakan wanita. Sesungguhnya Allah tidak mengharamkan sesuatu agar hambaNya terhalang dari mendapatkan  apa yang bermanfaat bagi mereka, Namun, Dia melarang semata-mata demi kemaslahatan hambaNya dan mengharamkan sesuatu karena kasih sayangNya. Allah Maha Adil dalam pengaturannya, Maha Pengasih dalam ketentuanNya, Maha Penyayang terhadap hamba-hambaNya, dan Maha mengetahui segala hal yang bisa memberikan kemaslahatan kepada hamba-hambaNya, baik di dunia maupun setelah kematiannya. Berkaitan dengan pertanyaan di awal, maka ada beberapa dalil dari nash Quran & hadist yang perlu kita telaah. Fakta telah membentangkan bahwa kebanyakan muslimah bersekolah di sekolah umum. Berikut penulis paparkan beberapa kekurangan apabila muslimah menuntut ilmu di sekolah umum:
1.    Mata pelajarannya di dominasi oleh hal-hal yang bersifat duniawi, padahal sejatinya kita harus mempersiapkan segala hal yang dapat membantu kita di dunia maupun di akhirat dalam hal ini yakni ilmu agama.  Mungkin bagi sebagian orang membahas akhirat terlalu sensitif namun bagi penulis ini patut untuk di bahas sebab akhirat itu alam keabadian yang akan dituju oleh setiap makhluk bernama manusia. Dikarenakan mata pelajaran di dominasi oleh hal bernuansa duniawi mengimplikasikan wanita muslimah menjadi condong dan mengejar dunia. Padahal Allah ta'ala telah berfirman dalam Q.S Al-Ahzab [33]: 36 yang artinya "Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) nagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan RasulNya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan, barangsiapa mendurhakai Allah & Rasulnya maka sungguhla dia telah sesat, sesat yang nyata".
2.    Mengutip pendapat Abdul Latif bin Hajis Al-Ghamidi dalam buku 100 Dosa yang diremehkan Wania, beliau menyatakan bahwa wanita yang terlalu bodoh terhadap agama Allah dan tidak mau mencari ilmu syar'I dari kitabullah dan sunnah Rasulullah akan menyebabkan wanita terperosok ke dalam lubang dosa karena kebodohan dan kelalaian tentang hukum dan siksaanNya, serta tidak mengetahui akibat-akibat dari perbuatannya. Sesungguhnya obat kebodohan adalah bertanya. Namun dalam hal ilmu agama tidak mungkin ditanyakan kepada sembarang orang, Imam Syafi'I pernah menyatakan bahwa perhatikanlah kepada siapa engkau hendak mengambil ilmu. Jangankan bertanya kepada guru di sekolah, mendengarkan ceramah dari da'I yang memiliki sedikit penyimpangan saja tidak diperbolehkan. Hal ini untuk menghindari syubhat (keragu-raguan) sebab hati manusia itu lemah sedangkan syubhat senantiasa menyambar-nyambar. Shiroth (jalan) terbaik untuk bertanya adalah kepada da'I yang lurus manhajnya yang sudah pasti jarang ada di sekolah umum. Rasulullah bersabda "Sebaik-baik jihad adalah engkau bersungguh-sungguh menundukan jiwa dan hawa nafsumu karena Dzat Allah" [H.R Ibnu Millah) dan Hadits Rasulullah "Tinggalkanlah yang meragukannmu kepada yang tidak meragukanmu" [H.R An-Nasai]   
3.  Cenderung berpakaian tidak sesuai syariat. Di Indonesia, ketentuan mengenakan seragam ditentukan secara beragam. Berdasarkan jenjang maupun jenis pendidikan. Kewajiban menggunakan seragam sekolah telah menjadi bagian tata tertib sekolah dan dilaksanakan secara ketat. Mulai dari ketentuan bentuk, ukuran, atribut, badge, bahan, bahkan aturan pembelianPada umumnya seragam sekolah di Indonesia tidak memenuhi syariat misalkan para siswi diwajibkan mengenakan ikat pinggang dan ikat pinggangnya wajib terlihat, kerudung yang diangkat dan tidak melewati dada. Padahal Allah ta'ala telah menyebutkan dalam firmannya Q.S Al Ahzab: 59 yang artinya "Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka“. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” Kemudian dalam Q.S An Nur: 31 yang artinya "…dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya." Pembaca yang budiman, ketahuilah bahwa wanita mukminah itu bagaikan mutiara yang tersimpan dan terjaga dengan baik. Tangan orang usil tidak mungkin menjamahnya dan mata orang yang berbuat kerusakan tidak mungkin mampu menggapai keelokannya. Ia selalu terjaga dari perbuatan yang sia-sia di tempat perlindungan yang kokoh dan benteng yang kuat. Salah satu bentuk penghormatan yang agung terhadap wanita adalah apa yang diwajibkan  oleh Allah kepadanya agar mengenakan hijab syar'I yang insyaAllah akan menjaganya dari pandangan lelaki ajnabi (asing).
4.    Pergaulan yang hampir tidak ada hijab (pembatas) antara wanita dan laki-laki. Cinta bisa hadir karena terbiasa. Hal yang paling ditakutkan ketika sering berinteraksi dengan lawan jenis tanpa ada alasan syar'I adalah jatuh cinta kepada lawan jenis. Di era milenial semua sekolah umum tidak membedakan kelas antara laki-laki dan wanita yang artinya adalah setiap berada di sekolah interaksi antar lawan jenis tidak dipungkiri pasti terjadi. Belum lagi dengan yang aktiv di berbagai organisasi, apalagi mengerjakan tugas kelompok. Padahal jatuhnya nanti ikhtilath. Rasulullah dalam sabdanya yang berarati Tidaklah aku tinggalkan sepeninggalku, fitnah (godaan) yang lebih besar bagi lelaki melainkan wanita” (HR. Bukhari no. 5096, Muslim no. 6740).
Penulis meyakini bahwa setelah membaca tulisan ini pembaca akan berasumsi bahwa "kenapa semua serba dibatasi? Apakah di era milenial dimungkinkan bagi wanita untuk tidak berinteraksi dengan laki-laki, kerja kantoran, berpendidikan tinggi dll? Kalau kami sudah terlanjur mengenyam pendidikan di sekolah umum bagaimana? Apakah harus berhenti?" . Penulis juga pernah menanyakan hal serupa setelah penulis mengetahui hukum-hukum bagi wanita. Namun, pada tulisan kali ini penulis belum akan memberikan jawaban dari beberapa pertanyaan di atas. Sebab, akan dilanjutkan pada tulisan selanjutnya. Mengakhiri tulisan kali ini, penulis akan memberikan secercah motivasi agar kita senantiasa mau berlomba-lomba dalam kebaikan.

Manusia itu kompetitor. Dunia adalah panggung kompetisi. Sedangkan akhirat adalah hadiah dari kompetisi. Ada dua hadiah yang akan didapatkan, yakni Firdaus & Jahannam. Jamak dipahami bahwa tiap kompetitior memiliki misi, umumnya menjadi sang juara. Entah orientasinya adalah hadiah atau bukan, itu urusan subjektif. Tapi, ada juga kompetitior yang sekedar menggugurkan kewajiban berkompetisi sehingga persiapannya minim atau bahkan tidak ada persiapan sama sekali. Bagi para kompetitor sejati, mereka mempersiapkan segala hal dengan baik dan tidak memperdulikan celaan orang yang berada disekitarnya. Bagi mereka, celaan itu hanya sepanjang lidah dan tidak memengaruhi apapun. Kompetitor sejati, rela mengorbankan waktu, tenaga, pikiran, dan segala yang ia punya  untuk memenangkan kompetisi. Bagi mereka menyiapkan payung sebelum hujan itu berkali-kali lebih baik daripada sudah kehujanan baru mencari payung. Kembali lagi pada analogi awal yakni dunia adalah panggung kompetisi dan akhirat adalah hadiahnya. Ketika kalian menginginkan menjadi sang juara dan mendapatkan hadiah Firdaus, maka berlomba-lombalah dalam berbuat kebaikan. Tegakkan amar ma'ruf nahi munkar! Kalahkan sahabat-sahabatmu atau paling tidak berusahalah untuk mengimbangi mereka layaknya Umar yang ingin mengalahkan Abu Bakar.

Karpet merah dbentangkan seluas-luasnya untuk segala bentuk masukan dan kritikan dari pembaca. Penulis akan sangat menghargai bila pembaca berkenan untuk meninggalkan masukan pun kritikan di kolom komentar.

Daftar Referensi Buku (Bukan Daftar Pustaka)
1. 100 Dosa yang diremehkan Wanita (Abdul Lathif bin Hajis Al-Ghamidi) penerbit Al Qowam
2.    Fiqih Sunnah Wanita (Abu Malik Kamal) penerbit Griya Ilmu
3.   Ensiklopedi Fikih Sunnah Wanita (Muhammad bin Sayyid AL Khauli) penerbit Pustaka Imam Syafi'I



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Matan Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah

Teruntuk Tidore Puisi Negeri Berjuta Adat,

Tujuan Hukum: Keadilan, Kepastian, dan Kemanfaatan