Hukum dan Hak Asasi Manusia
Relasi Hukum dan Hak Asasi Manusia
Oleh: Nur Rizkiya Muhlas
Hukum dan HAM merupakan satu
kesatuan yang sulit dipisahkan, kedua seperti dua sisi dalam satu mata uang.
Apabila satu bangunan hukum dibangun tanpa HAM yang merupakan pengawal bagi
hukum dalam merealisasikan perwujudan nilai-nilai keadilan kemanusiaan, maka
hukum tersebut menjadi alat bagi penguasa untuk melanggengkan kekuasaannya (Abuse
of power). Sebaliknya
apabila HAM dibangun tanpa didasarkan atas suatu komitmen hukum yang jelas,
maka HAM tersebut hanya akan menjadi bangunan yang rapuh dan mudah untuk
disampingi. Artinya hukum harus berfungsi sebagai instrumentarium yuridis,
sarana dan atau alat untuk memperhatikan
penghormatan prinsip-prinsip dalam HAM -
Prof Mansyur A. Effendy.[1]
Berangkat
dari pendapat yang disampaikan oleh Prof. Mansyur A. Effendy telah
merefleksikan bahwa relasi antara hukum dan HAM dapat dianalogikan sebagai
kedua belah sisi koin. Artinya hukum dan HAM saling membutuhkan dan melengkapi
satu sama lain. Argumentasi hukum yang dapat diajukan terkait dengan hal ini,
ditunjukan dengan ciri negara hukum itu sendiri, dimana salah satu di antaranya
adalah adanya perlindungan HAM. Dalam negara hukum, HAM terlindungi. Jika dalam
suatu negara, HAM tidak dilindungi, negara tersebut bukan negara hukum akan
tetapi negara diktator dengan pemerintahan yang sangat otoriter. Perlindungan
terhadap HAM dalam negara hukum terwujud dalam bentuk penormaan hak tersebut
dalam konstitusi dan undang-undang dan untuk selanjutnya penegakannya melalui
badan-badan peradilan sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman. Merujuk kepada UUD
NRI tahun 1945 rumusan pasal 24 ayat (1) yang berbunyi “Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan” mengindikasikan
bahwa dalam menjalankan tugasnya tidak boleh ada campur tangan baik dari pihak
eksekutif maupun legislatif bahkan pihak atasan langsung dari hakim yang
bersangkutan tidak mempunyai kewenangan untuk mempengaruhi atau mendiktekan
kehendaknya kepada hakim bawahan.
Asas perlindungan dalam negara hukum tampak antara
lain dalam Declaration of Independent,
deklarasi tersebut mengandung asas bahwa orang yang hidup di dunia ini,
sebenarnya telah diciptakan merdeka oleh Tuhan, dengan dikaruniai beberapa hak
yang tidak dirampas atau dimusnahkan, hak tersebut mendapat perlindungan secara
tegas dalam negara hukum. Peradilan tidak semata-mata melindungi hak asasi
perorangan, melainkan fungsinya adalah untuk mengayomi masyarakat secara
totalitas agar supaya cita-cita luhur bangsa tercapai dan terpelihara.[2] Mengenai asas perlindungan , dalam
setiap konstitusi dimuat ketentuan yang menjamin hak-hak asasi manusia.
Ketentuan tersebut antara lain: Kebebasan berserikat dan berkumpul[3],
kebebasan mengeluarkan pikiran baik lisan dan tulisan, hak bekerja dan
penghidupan yang layak,[4]
kebebasan beragama[5], hak
untuk ikut mempertahankan negara[6],
dan lain-lain. Perlindungan terhadap HAM tersebut
dimasyarakatkan secara luas dalam rangka mempromosikan penghormatan dan perlindungan
terhadap HAM, sebagai ciri yang penting suatu negara hukum yang demokratis.
Terbentuknya
negara dan penyelenggaraan kekuasaan suatu negara, tidak boleh mengurangi arti
atau makna kebebasan dan hak-hak asasi kemanusiaan itu, oleh karena itu adanya
perlindungan dan penghormatan terhadap HAM merupakan pilar yang sangat penting
dalam setiap negara yang disebut sebagai negara hukum. Jika dalam suatu negara HAM
terabaikan atau dilanggar dengan sengaja dan penderitaan yang ditimbulkannya
tidak dapat diatasi secara adil, negara yang bersangkutan tidak dapat disebut
sebagai negara hukum.
Namun perlu diingat meskipun HAM telah
dijamin oleh hukum dalam hal ini pengadilan, HAM tidak dapat dipergunakan
dengan seluas-luasnya, sebagaimana yang tertuang dalam rumusan pasal 28 J ayat
(2) UUD NRI tahun 1945[7]
yang menyatakan bahwa HAM yang dimiliki seseorang selalu berhadapan dengan HAM
yang dimiliki orang lain, sehingga setiap orang memiliki kewajiban untuk
menghormati HAM orang lain.
[1] Prof. Sudarto, Kapita
Selekta Hukum Pidana, Citra Aditya: 2009, hlm. 224)
[2] Hendry Sau Sabu, Hubungan
Negara Hukum dan Hak Asasi Manusia, diakses pada http://henssabu.blogspot.co.id/2015/05/hubungan-negara-hukum-dan-hak-asasi.html, tanggal 3 februari 2018
[3]
Lihat pasal 28 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun
1945
[4]
Lihat pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia tahun 1945
[5]
Lihat pasal 29 ayat (1), (2) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia tahun 1945
[6]
Lihat pasal 27 ayat (3), pasal 30 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia 1945
[7] Lihat pasal 28 J ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia tahun 1945
Komentar