Ilmu Hukum sebagai Sui Generis
Oleh: Nur Rizkiya Muhlas
Ilmu
hukum dalam perkembangannya selalu diperdebatkan keabsahannya sebagai ilmu,
baik oleh para ilmuan sosial maupun ilmuan yang berkecimpung di bidang hukum
sendiri. Sudah sejak lama sebuah pertanyaan timbul dan harus dijawab secara
akademis, apakah ilmu hukum itu bagian dari ilmu sosial atau berdiri sendiri?
Menurut Lasiyo, pertanyaan tersebut seyogyanya tidak sekedar dijawab secara
instan tetapi harus dikaji dan dianalisis berdasarkan landasan pijak yang kuat
dan jelas dari aspek keilmuan.[1]
Menurut Philipus M. Hadjon, ilmu
hukum memiliki karakter yang khas, yaitu sifatnya yang normatif, praktis, dan
preskriptif. Karakter yang demikian menyebabkan kalangan yang tidak memahami
karakteristik ilmu hukum meragukan hakikat keilmuan hukum.[2]
Sebelum
menentukan kedudukan ilmu hukum, terlebih dahulu harus dipahami apa yang
dimaksud dengan ilmu pengetahuan. Pada hakikatnya ilmu pengetahuan hanya
bertalian dengan dunia yang kasat mata atau dapat diindra (empiris). Suatu
pengetahuan yang diperoleh tanpa melalui prinsip-prinsip dan prosedur formulasi
masalah dan hipotesis dan tidak diverivikasi oleh data hasil eksperimen
bukanlah ilmu pengetahuan.[3]
Selain itu ilmu pengetahuan dibagi menjadi dua bagian, yaitu: pertama, ilmu pengetahuan deskriptif,
merupakan ilmu pengetahuan yang mempunyai bidang kajian yang empiris. Hasil kajian diperoleh
lewat
observasi dan eksperimen. Kebenaran
yang didapat adalah kebenarann korespondensi
yaitu suatu pernyataan benar bila dan
hanya bila apa yang dinyatakan sesuai dengan realita. Dia bersifat bebas nilai
karena tidak memberikan anjuran atau mengharuskan dilakukannya hal-hal yang sesuai
dengan nilai-nilai atau norma-norma tertentu; kedua,
ilmu pengetahuan preskriptif,
merupakan Ilmu pengetahuan yang bersifat menganjurkan bukan mengemukakan apa
adanya (ilmu normatif). Ilmu ini sarat nilai dan berkaitan dengan pengambilan
keputusan apakah keputusannya sudah sesuai norma atau tidak. [4]
Berdasarkan penjelasan yang telah
dikemukakan, maka dapat dikategorikan kedudukan ilmu sosial dan ilmu hukum.
Dimana ilmu hukum merupakan bagian dari ilmu pengetahuan yang bersifat
preskriptif sementara ilmu sosial bersifat deskriptif dan ilmu hukum tidak
dapat dikategorikan sebagai bagian dari rumpun ilmu sosial. Hal ini
dikarenakan Ilmu hukum bersifat menganjurkan,
bukan hanya mengemukakan apa adanya. Ilmu hukum mempelajari tindakan atau
perbuatan yang berkaitan dengan norma dan prinsip hukum, sedangkan ilmu sosial
tidak demikian. Hal serupa juga dikemukakan oleh Paul Scholten yang menyatakan
bahwa ilmu hukum berbeda dengan ilmu deskriptif. Ia
mengemukakan bahwa ilmu hukum bukan
untuk mencari fakta historis dan hubungan-hubungan sosial seperti yang
terdapat pada penelitian sosial.[5] Menurutnya, ilmu hukum berurusan
dengan preskripsi-preskripsi hukum,
putusan-putusan yang bersifat hukum, dan materi-materi yang diolah dari
kebiasaan-kebiasaan.[6] Pendapat tersebut selaras dengan,
pandangan Meuwissen terhadap kedudukan ilmu hukum. Meuwissen menempatkan ilmu hukum sebagai sesuatu yang bersifat sui
generis artinya tidak ada bentuk
ilmu lain yang dapat dibandingkan dengan ilmu hukum.[7]
Sui generis merupakan bahasa Latin
yang artinya hanya satu untuk jenisnya
sendiri. Apa yang dikemukakan oleh Meuwissen memang tidak dapat disangkal bahwa ilmu hukum bukan
bagian dari ilmu sosial maupun humaniora,
melainkan ilmu tersendiri.
Penjelasan yang telah dikemukakan di
atas sekiranya dapat menjawab pertanyaan mendasar tentang “Apakah ilmu hukum
merupakan bagian dari ilmu sosial atau berdiri sendiri?” Penulis menyimpulkan
bahwa ilmu hukum merupakan sui generis yaitu
ilmu yang berdiri sendiri dengan karakteristik yang berbeda dan tidak tergolong
dalam rumpun ilmu sosial.
[1] Lasiyo dalam
M. Hadin Muhjad,
dkk., Peran Filsafat Ilmu
dalam Ilmu Hukum: Kajian Teoritis dan Praktis,
(Surabaya: Unesa University Press, 2003), hlm. iii.
[2] Philipus M. Hadjon dan Tatiek Sri Djatmiati, Argumentasi Hukum (Yogyakarta, Gadjah Mada University Press,
2005), hlm. 1.
[3] Peter Mahmud, Pengantar Ilmu Hukum, Prenada Media
Group, Jakarta: 2008. Hlm.9
[4] Peter Mahmud, Pengantar Ilmu Hukum, Prenada Media
Group, Jakarta: 2008. Hlm.11
[5] Ibid., h.94
[6] Ibid
Komentar